Detak Tribe – Satgas Pangan Polri terus mendalami kasus dugaan pengoplosan beras yang melibatkan sejumlah produsen besar. Hingga Selasa (15/07/2025), sebanyak 25 pemilik merek beras kemasan 5 kg mulai dipanggil untuk diperiksa terkait kasus oplosan beras oleh penyidik.
“Mulai hari ini, penyidik Satgas Pangan Polri melakukan pemeriksaan terhadap 25 pemilik merek beras kemasan 5 kg lainnya,” ungkap Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf. Namun, ia tidak memerinci nama-nama pemilik merek yang dimaksud maupun apakah pemeriksaan dilakukan serentak dalam satu hari atau bertahap.
Sebelumnya, penyidik telah memeriksa 6 perusahaan (PT) dan 8 merek beras kemasan 5 kg. Total, ada 22 saksi yang telah dimintai keterangan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menggali dugaan adanya pelanggaran hukum, terutama terkait isi beras oplosan yang tak sesuai dengan komposisi yang tercantum di kemasan.
“Pemeriksaan tersebut untuk pendalaman, apakah ada tindakan melawan hukum atas dugaan penjualan beras kemasan yang tidak sesuai dengan komposisinya,” jelas Helfi, yang juga menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.
Sebelumnya, pada Kamis, 10 Juli 2025 lalu, empat produsen besar telah diperiksa di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta. Keempat produsen tersebut adalah Wilmar Group, Food Station Tjipinang Jaya, Belitang Panen Raya (BPR), dan Sentosa Utama Lestari yang berada di bawah naungan Japfa Group.
Dugaan pelanggaran terhadap masing-masing produsen pun mulai terungkap. Wilmar Group disorot karena diduga melakukan praktik curang dalam produk beras bermerek Sania, Sovia, Fortune, dan Siip. Sementara itu, Food Station Tjipinang Jaya diduga menyalahgunakan label dalam produk seperti Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station, Ramos Premium, Setra Pulen, hingga Setra Ramos.
Adapun Belitang Panen Raya (BPR) diduga melakukan pengoplosan pada merek Raja Platinum dan Raja Ultima. Sedangkan Sentosa Utama Lestari (Japfa Group) terindikasi melakukan pelanggaran pada produk Ayana.
Dari hasil pengujian lapangan, dugaan pelanggaran mulai menguat. Wilmar Group tercatat memiliki 10 sampel dari berbagai wilayah, mulai dari Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Jabodetabek, dan Yogyakarta—yang semuanya menunjukkan ketidaksesuaian komposisi.
Untuk Food Station, ditemukan 9 sampel dari Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, dan Aceh yang dinilai tidak memenuhi standar mutu.
Selanjutnya, 7 sampel milik Belitang Panen Raya dari Sulsel, Jateng, Kalsel, Jabar, Aceh, dan Jabodetabek juga menunjukkan indikasi pelanggaran. Sementara itu, Sentosa Utama Lestari tercatat memiliki 3 sampel dari Yogyakarta dan Jabodetabek yang diduga tidak sesuai dengan label kemasan.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news detaktribe.com.