Detak Tribe – Chief Operation Officer (COO) Danantara Indonesia, Dony Oskaria, meminta para pejabat di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengubah pola budaya kerja yang dinilai tidak profesional. Salah satunya adalah larangan bermain golf di hari kerja serta pelibatan istri dalam urusan kantor.
“Saya tidak suka jika direksi menghabiskan waktu bermain golf saat jam kerja. Hal itu menciptakan persepsi negatif di masyarakat. Begitu juga dengan keterlibatan istri direksi dalam kegiatan kantor, seperti mengatur dekorasi atau acara. Kantor itu bukan warisan keluarga,” kata Dony dalam diskusi bersama Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Komunikasi (IKA Fikom) Universitas Padjadjaran (Unpad) yang berlangsung di Hutan Kota Plataran, GBK, Jakarta Selatan, Rabu (18/06/2025).
Dony menekankan bahwa dirinya telah menanamkan lima prinsip utama kepada jajaran direksi BUMN, yaitu tidak memiliki utang budi, bekerja tanpa tekanan, tidak bermain golf di jam kerja, tidak menggunakan protokol atau ajudan secara berlebihan, serta tidak mencampur urusan keluarga dengan operasional perusahaan.
“Sekarang saya senang karena para direksi datang rapat ke saya tanpa ajudan. Ini adalah contoh budaya kerja baru yang profesional,” tambahnya.
Dalam forum tersebut, Dony juga menjelaskan peran Danantara sebagai badan pengelola investasi yang berfokus pada pengelolaan hasil (return) dari BUMN, bukan dari dana operasional atau aset perusahaan negara seperti yang selama ini disalahpahami.
“Banyak yang keliru mengira Danantara menggunakan dana operasional BUMN seperti Bank Mandiri atau BRI. Itu tidak benar. Yang kami kelola adalah return dari pengelolaan BUMN,” tegasnya.
Dony menyebut model kerja Danantara berbeda dari Sovereign Wealth Fund (SWF) di negara lain karena tidak mengelola surplus dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebaliknya, Danantara mengelola keuntungan hasil pengelolaan BUMN, serupa dengan model yang diterapkan Temasek di Singapura.
Menurut Dony, Danantara memiliki dua entitas utama, yaitu Danantara Asset Management untuk pengelolaan BUMN dan Danantara Investment Management untuk pengelolaan investasi. Pemisahan ini dilakukan sebagai upaya mitigasi risiko dan untuk mencegah penyalahgunaan, seperti kasus yang terjadi di 1MDB.
Ia juga menyoroti belum adanya sistem solidaritas antarBUMN, meski semuanya berada dalam satu ekosistem negara. Dony Oskaria mencontohkan, Telkomsel yang memperoleh keuntungan besar tidak memiliki mekanisme untuk membantu Indofarma yang mengalami kesulitan keuangan, termasuk masalah gaji yang hanya Rp3 miliar. Hal serupa terjadi pada BRI yang meraih laba hingga Rp60 triliun.
Dengan adanya konsolidasi dan optimalisasi manajemen, Dony menyebut dividen BUMN yang mencapai Rp150 triliun telah melampaui target APBN sebesar Rp98 triliun. Dana tersebut berpotensi digunakan untuk memperkuat perusahaan negara tanpa harus melalui proses Penyertaan Modal Negara (PMN) yang rumit.
Sebagai penutup, Dony menegaskan pentingnya keterbukaan informasi sebagai wujud transparansi Danantara. “Kami ingin Danantara dipahami secara jelas oleh publik. Tidak ada yang disembunyikan. Semua informasi bisa dikomunikasikan secara terbuka,” pungkasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news detaktribe.com.