Detak Tribe – Saham Tesla mengalami penurunan tajam dalam sesi pra-pasar pada Senin (07/07/2025), setelah CEO-nya, Elon Musk, mengumumkan rencana mengejutkan untuk membentuk partai politik baru. Berdasarkan laporan CNBC, saham perusahaan mobil listrik tersebut turun hingga 7,13%.
Musk menyebut partai barunya akan diberi nama Partai Amerika dan menyatakan niatnya untuk memfokuskan kekuatan politik pada 2 hingga 3 kursi di Senat serta 8 sampai 10 distrik di Dewan Perwakilan Rakyat.
Tujuannya adalah menjadi penentu dalam pengambilan keputusan terhadap undang-undang yang kontroversial, demi memastikan kebijakan yang dihasilkan benar-benar mewakili kepentingan rakyat.
Namun, langkah politik Musk ini justru memunculkan kekhawatiran di kalangan investor. Pasalnya, keterlibatan sang miliarder di dunia politik bukan hal baru dan sebelumnya juga sempat memicu gejolak di pasar saham.
Awal tahun ini, Musk tergabung dalam Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) dan menjalin hubungan erat dengan Presiden Donald Trump. Keterlibatan ini sempat dinilai sebagai langkah yang dapat merugikan citra Tesla.
Ketika Musk akhirnya keluar dari DOGE pada bulan Mei, saham Tesla sempat menunjukkan pemulihan. Kini, dengan niatnya kembali terjun ke politik, kekhawatiran investor pun kembali mencuat.
“Intinya, langkah Musk yang semakin dalam ke dunia politik—terutama saat ia mencoba menentang sistem yang ada di Washington—justru bertentangan dengan harapan para pemegang saham Tesla. Ini terjadi pada masa yang sangat krusial bagi perkembangan perusahaan,” ungkap Dan Ives, Kepala Riset Teknologi Global di Wedbush Securities dalam catatan analisnya, Minggu (06/07/2025).
Meski basis pendukung Musk cenderung setia dalam setiap langkahnya, banyak investor Tesla mulai menunjukkan tanda-tanda kejenuhan terhadap keterlibatan politik sang CEO.
Musk sendiri sebelumnya sempat mendapat dukungan dari Trump, namun hubungan keduanya memburuk seiring waktu. Mereka kini berselisih dalam sejumlah kebijakan, termasuk RUU pengeluaran yang didorong Trump.
Musk menilai kebijakan itu berisiko menambah beban utang nasional. Ia juga mengkritik pemotongan insentif untuk energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, serta kendaraan listrik—isu yang berkaitan langsung dengan bisnis Tesla.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news detaktribe.com.