Kesehatan

APLMA 2025: 90 Persen Kasus Malaria RI Ada di Papua, Pemerintah Genjot Penanganan

×

APLMA 2025: 90 Persen Kasus Malaria RI Ada di Papua, Pemerintah Genjot Penanganan

Sebarkan artikel ini
APLMA 2025: 90 Persen Kasus Malaria RI Ada di Papua, Pemerintah Genjot Penanganan
Logo APLMA. (Dok. clintonhealthaccess.org).

Detak Tribe – Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, menyatakan komitmen Indonesia untuk mencapai target eliminasi malaria sepenuhnya pada akhir tahun 2030. Pernyataan ini disampaikan dalam Forum Aliansi Pemimpin Malaria Asia Pasifik (APLMA) ke-9 yang berlangsung di Nusa Dua, Badung, Bali, Selasa (17/06/2025).

“Kami optimistis Indonesia akan bebas 100 persen dari malaria pada akhir 2030,” ujar Budi dalam forum internasional tersebut.

Budi mengungkapkan bahwa pemerintah telah mengintensifkan berbagai langkah, termasuk deteksi dini melalui pemeriksaan terhadap masyarakat.

Hingga kini, sebanyak 2 juta pemeriksaan telah dilakukan, mengacu pada pengalaman penanganan penyakit menular lain seperti demam berdarah, tuberkulosis (TBC), dan HIV/AIDS. Namun demikian, ia menilai jumlah tersebut belum mencukupi.

“Jika merujuk data WHO yang memperkirakan terdapat 1 juta kasus malaria di Indonesia, maka idealnya diperlukan sekitar 8 juta pemeriksaan,” jelasnya.

Wilayah Papua disebut sebagai pusat konsentrasi kasus, di mana 90 persen infeksi malaria di Indonesia terjadi. Oleh karena itu, Budi menekankan perlunya distribusi obat-obatan yang cepat dan merata, didukung oleh sistem birokrasi dan administrasi yang efisien.

“Pembiayaan harus efektif, karena distribusi obat secara besar-besaran perlu menjangkau masyarakat di wilayah yang luas,” katanya.

CEO APLMA, Sarthak Das, turut menyoroti pentingnya sistem terpadu lintas negara dalam penanganan malaria, khususnya terkait rantai pasok alat kesehatan dan obat-obatan.

Ia mengungkapkan bahwa beberapa minggu lalu terjadi kasus malaria di sebuah pulau di Papua Nugini yang ternyata bersumber dari Papua.

“Hal ini menunjukkan pentingnya respons cepat dan kerja sama lintas wilayah,” ucapnya.

Sarthak menambahkan bahwa malaria adalah penyakit menular yang sangat kompleks. Selama dua dekade terakhir, hanya 45 negara yang berhasil mencapai status bebas malaria. Ia menyoroti keberhasilan negara seperti China, Sri Lanka, dan Timor Leste sebagai bukti pentingnya kolaborasi regional.

“Jika kita lengah, malaria bisa menjadi ancaman besar. Apalagi saat ini nyamuk penyebabnya mulai kebal terhadap insektisida, belum lagi faktor perubahan iklim dan risiko lainnya yang tak terduga,” tambahnya.

Forum APLMA tahun ini diikuti oleh perwakilan dari 22 negara Asia Pasifik, termasuk Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono yang hadir sebagai penasihat khusus.