Detak Tribe – Fatimah Zahra tak pernah membayangkan bahwa langkah iseng menulis diary semasa SMA akhirnya membawa dirinya menjadi seorang penulis. Mahasiswi Manajemen SDM Universitas Pamulang itu mengaku, perjalanan kreatifnya justru berangkat dari pengalaman pribadi yang penuh memori—sebagian manis, sebagian lagi menyisakan luka yang akhirnya ia rawat melalui tulisan.
“Awalnya iseng-iseng nulis diary. Lalu beberapa tahun lalu ada memori yang bikin aku ngerasa, ‘Coba deh menginspirasi orang-orang yang relate seperti aku.’ Dari situ aku memberanikan diri menulis dan ternyata bisa menghasilkan karya yang kita rasakan bersama,” ungkapnya.
Zahra kemudian menegaskan bahwa baginya menulis bukan sekadar merangkai bahasa. Lebih dari itu, menulis adalah cara paling jujur untuk mengenali diri sendiri.
Ia menyebut proses menulis membuatnya bisa kembali melihat memori atau luka lama yang belum selesai—sekaligus menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dulu sempat menggantung.
“Menulis itu bukan hanya memilih kata atau kalimat. Itu proses memahami diri sendiri. Tulisan terlahir karena kejujuran hati. Setelah menulis, aku merasa beberapa hal yang belum selesai akhirnya terjawab,” jelas Zahra.
Kesadaran bahwa menulis adalah bentuk refleksi diri baru benar-benar ia rasakan ketika menyadari bahwa setiap tulisan selalu berangkat dari pengalaman emosional. “Saat sadar kalau nulis itu bukan cuma pelampiasan, tapi kita merasakan lagi perasaan yang ingin diungkapkan. Dari situ aku yakin menulis adalah refleksi diri,” tegasnya.
Pengalamannya itu akhirnya ia tuangkan ke dalam buku perdananya, yang berjudul Luka yang Terlewatkan. Buku tersebut berisi kisah fiksi yang tercipta dari pengalaman pribadi. Tulisan di dalamnya mengajak pembaca lebih berani mengakui perasaan, terutama dalam hubungan yang sering kali membuat seseorang takut untuk jujur pada pasangannya.
“Setiap orang pasti punya ketakutan untuk jujur. Di buku ini, aku berharap pembaca bisa berani mengungkapkan perasaan mereka, minimal jujur sama diri sendiri dulu,” kata Fatimah Zahra.
Namun, menulis secara jujur bukan tanpa tantangan. Zahra mengakui bahwa bagian tersulit adalah mengulik kembali luka yang mungkin belum selesai. Baginya, mengulik masa lalu itu menguras energi. Namun, sebenarnya itu tak masalah, karena suatu saat hal tersebut akan menjadi jalan keluar atas luka yang ada.
Kepada penulis lain yang ingin menjadikan menulis sebagai ruang tumbuh pribadi, Zahra memberi pesan sederhana, namun sangat berarti yakni kejujuran. “Penulis terbaik adalah yang jujur pada dirinya sendiri. Bukan tentang estetika atau viral, tapi memberi manfaat sekecil apa pun bagi pembaca,” pesannya.
Ia pun membagikan cara paling sederhana untuk memulai, yakni dengan menulis tanpa berpikir terlalu jauh. Ia mengajak para penulis untuk menulis saja dulu, apa pun yang ada di kepala dan hati. Nanti ketika mood sudah pas, lanjutnya, baru disusun seperti puzzle.
Menurutnya, seorang penulis perlu peka—bukan hanya pada lingkungan, tetapi juga pada dirinya sendiri. Kepekaan itu membantu menentukan mana yang pantas dibagikan kepada publik dan mana yang hanya layak disimpan sebagai catatan pribadi. Zahra juga menyebut Raditya Dika sebagai salah satu figur yang mendorongnya berani berkarya.
Saat berbicara tentang perkembangan literasi di Indonesia, Zahra tak menampik adanya tantangan besar. Minimnya minat baca menjadi hal yang menyedihkan, terutama di era ketika video pendek lebih sering dipilih daripada membaca artikel. Namun, ia percaya bahwa peran para penulis dan pembaca setia tetap penting sebagai jembatan.
“Menurutku bukan tantangan berat, tapi lebih ke bagaimana kita yang suka membaca bisa mengayomi orang-orang yang belum suka baca,” katanya.
Dengan perjalanannya yang dimulai dari sebuah diary hingga menghasilkan buku yang lahir dari keberanian mengolah luka, Fatimah Zahra menunjukkan satu hal—menulis mampu membuka pintu menuju pemahaman diri yang lebih dalam. Dan dari kejujuran itulah, karya yang bermakna bisa tumbuh.
Apabila kamu sedang berada di fase penyembuhan luka dan berusaha menemukan kedamaian menuju kebahagian setelah perjalanan panjang, maka buku karya Zahra bisa menjadi teman setia untuk menghadapi semua itu. Buku ini dapat kamu pesan melalui laman resmi Detak Pustaka atau bisa klik tautan berikut: Luka yang Terlewatkan.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news detaktribe.com.












