News

Lanjutan Kasus Pelihara Landak Jawa: Terapkan “Restorative Justice” dalam Penyelesaian Kasus

×

Lanjutan Kasus Pelihara Landak Jawa: Terapkan “Restorative Justice” dalam Penyelesaian Kasus

Sebarkan artikel ini
Lanjutan Kasus Pelihara Landak Jawa: Terapkan “Restorative Justice” dalam Penyelesaian Kasus
Foto landak jawa, lanjutan kasus pelihara landak jawa: terapkan “restorative justice” dalam penyelesaian kasus. (wikipedia.org/Sakurai Midori)

Detak Tribe – I Nyoman Sukena, pria berusia 38 tahun asal Badung, Bali yang didakwa karena memelihara landak jawa, akhirnya dituntut bebas pada Jumat (13/09/2024) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Kejaksaan Tinggi Bali.

Tuntutan dibacakan dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar di hadapan ketua majelis hakim, Ida Bagus Bamadewa Patiputra oleh jaksa Gede Gatot Hariawan.

Selain dihadapan ketua majelis hakim, tuntutan tersebut juga dibacakan di hadapan terdakwa serta penasihat hukum dari terdakwa. I Nyoman Sukena dinyatakan tidak terbukti secara sah serta meyakinkan memiliki niat jahat (mens rea) untuk memiliki serta memelihara satwa yang dilindungi, yakni empat ekor landak jawa.

Oleh karena itu, jaksa menarik dakwaan kepada terdakwa dengan meminta hakim untuk membebaskan I Nyoman Sukena dari Pasal 21 ayat 2 huruf a juncto, Pasal 40 ayat 2 Undang-undang RI No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE) dengan ancaman penjara paling lama lima tahun serta denda paling banyak sebesar Rp 100 juta.

Dalam pertimbangan tersebut, jaksa tak menemukan faktor yang memberatkan untuk menuntut terdakwa dengan pidana penjara. Sementara faktor yang meringankan tuntutan adalah terdakwa menyesali perbuatan yang dirinya lakukan.

Tuntutan bebas tersebut direspon I Nyoman Sukena juga penasihat hukumnya dengan langsung mengajukan pembelaan tertulis (pledoi). I Nyoman Sukena meminta majelis hakim untuk membebaskan serta memulihkan harkat, martabat, dan nama baik dirinya atas perkara ini.

Pada 4 Maret 2024 lalu, I Nyoman Sukena ditangkap di kediamannya oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali. Penangkapan tersebut karena I Nyoman Sukena diketahui memelihara dua landak jawa yang merupakan satwa yang dilindungi.

Meski demikian, dua landak jawa yang dipelihara oleh dirinya diketahui dirawat dengan baik hingga beranak pinak, dan totalnya pun menjadi empat ekor landak jawa. Landak jawa tersebut awalnya dipelihara oleh sang mertua.

Namun, saat mertua I Nyoman Sukena meninggal dunia, dirinya memutuskan untuk merawat landak jawa tersebut. Dirinya juga menegaskan tak pernah berniat untuk memperjualbelikannya.

Kasus ini kemudian bergulir hingga sampai ke persidangan di PN Denpasar. Dalam sidang yang berlangsung hari Kamis (05/09/2024), I Nyoman Sukena diketahui pingsan di depan ruang sidang karena didakwa selama lima tahun penjara.

Ketika petugas dan keluarga memapahnya ke mobil tahanan, Sukena menangis histeris, sementara sang istri jatuh pingsan.

Sidang kembali dilakukan pada Kamis (12/09/2024) di PN Denpasar dan hakim mengabulkan permohonan penangguhan penahanan I Nyoman Sukena. Sebab sejak 12 Agustus hingga 12 September 2024, I Nyoman Sukena diketahui ditahan di Rumah Tahanan Kelas II A Kerobokan.

Dalam surat permohonan penangguhan penahanan, penasihat hukum I Nyoman Sukena beserta aparatur Desa Bongkasa Pertiwi, Abiansemal, Kab. Badung, Bali, menjamin meski I Nyoman Sukena menjadi tahanan rumah, terdakwa takkan melarikan diri, berupaya menghilangkan barang bukti, serta kooperatif untuk hadir di setiap persidangan.

Ida Bagus Bamadewa Patiputra, selaku majelis hakim ketua dalam persidangan membacakan putusan sidang pada Kamis (12/09/2024), yakni memerintahkan untuk mengalihkan penahanan atas terdakwa dari tahanan Rutan Kerobokan menjadi tahanan rumah. Namun, penangguhan penahanan ini dapat dicabut sewaktu-waktu apabila terdakwa tak dapat menghadiri persidangan atau dengan kata lain tak kooperatif.

Dalam persidangan di hari yang sama, hakim mengingatkan jaksa, yakni aparat penegak hukum, untuk mengambil langkah yang bijak dalam menangani kasus seperti ini. Sebab I Nyoman Sukena menjelaskan bahwa dirinya dan warga tidak mengetahui bahwa landak jawa adalah hewan yang dilindungi.

Di Abiansemal, Kab. Badung, Bali, landak dianggap sebagai hama karena memakan kelapa muda. Selain itu, selama ini juga tak pernah ada sosialisasi terkait landak jawa sebagai hewan yang dilindungi. Hanya beberapa spesies burung yang pernah disosialisasikan sebagai hewan yang dilindungi.

Hakim berujar bahwa jaksa penuntut umum harusnya menerapkan keadilan restoratif (restorative justice). Sebab dalam perkara ini, terdakwa dinilai memiliki motif untuk menyelamatkan satwa yang dilidungi, yakni landak jawa.

Restorative justice sendiri diartikan dengan menggeser fokus dari hukuman serta pembalasan kepada penyelesaian masalah dan pemulihan. Pendekatan restorative justice memungkinkan terjadinya dialog antara korban, pelaku, serta komunitas.

Seperti tokoh di dalam masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, maupun pemangku kepentingan, untuk membahas konsekuensi tindakan kriminal serta mencari solusi yang sesuai dan tepat bagi semua pihak.

Pendekatan restorative justice, berupaya mendorong pertanggungjawaban serta belajar melalui kesalahan yang diperbuat, harapannya agar tak mengulangi kesalahan yang sama.

Hakim menilai bahwa dalam perkara ini korbannya adalah landak jawa, sehingga yang menjadi fokus bersama adalah pemulihan landak jawa, dan restorative justice pun dapat berlaku.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news detaktribe.com.