BudayaNews

Mengapa Tagar Pray for Borobudur Ramai di Media Sosial?

×

Mengapa Tagar Pray for Borobudur Ramai di Media Sosial?

Sebarkan artikel ini
Mengapa Tagar Pray for Borobudur Ramai di Media Sosial?
Ilustrasi, mengapa tagar Pray for Borobudur ramai di media sosial? (pexels.com/Afif Ramdhasuma)

Detak Tribe – Pemasangan Chattra atau payung mahkota di Candi Borobudur mendatangkan sejumlah pro dan kontra.

Jelang upacara peresmian pemasangan Chattra pada Rabu, 18 September 2024 mendatang, tagar Pray for Borobudur kian menggema di media sosial Instagram dan X.

Tagar Pray for Borobudur juga muncul bersama ilustrasi stupa Candi Borobudur yang dibalut dengan pita berwarna hitam.

Kalangan akademisi dan warganet diketahui menolak rencana pemasangan Chattra di stupa induk Candi Borobudur.

Pada tahun 2018 silam, hasil kajian yang dilakukan tim arkeolog Balai Konservasi Borobodur menyebutkan bahwa tak merekomendasikan batu Chattra untuk dipasang di stupa induk Candi Borobudur.

Tim arkeolog Balai Konservasi Borobudur juga menjelaskan bahwa 42% dari penyusunan batu Chattra berasal dari batu asli penyusun struktur bangunan keagamaan abad 9-10 Masehi.

Sisanya merupakan batu baru dan batu sisa buatan Theodoor van Erp, seorang insinyur Belanda, pada tahun 1907-1911.

Manipulasi balok batu yang terdapat di struktur dinding, pagar langkan, selasar, kemuncak, dan bagian lainnya, dipahat oleh Theodoor van Erp dengan gambaran yang disamakan dengan panel relief Candi Borobudur.

Sebanyak 43 relief lain diketahui tak menampilkan stupa dengan batu Chattra, hanya sembilan relief yang memuatnya.

Terlebih, stupa dengan batu Chattra tak ditujukan untuk Candi Borobudur yang merupakan stupa Dharmakaya atau tubuh Buddha, melainkan bagi stupa perabuan, relik, serta persembahan.

Theodoor van Erp juga diketahui pernah memasang batu Chattra, tetapi hanya selama beberapa pekan. Dirinya akhirnya mengetahui kesalahan dan memutuskan untuk melepas batu Chattra tersebut.

Saat ini, batu Chattra seberat 1,4 ton hasil rekonstruksi Theodoor van Erp disimpan di Museum Cagar dan Budaya Unit Warisan Borobudur atau MCB, dulu disebut dengan Balai Konservasi Borobudur.

Hasil kajian yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 1 hingga 8 September 2024, merekomendasikan untuk tak dipasang. Hal ini mengingat struktur dari stupa induk sangat lemah dan dinilai berbahaya bila dipasang.

Anugerah Widiyanto, Direktur Kebijakan Pembangunan Manusia, Kependudukan, dan Kebudayaan BRIN, menyatakan bahwa BRIN mempertimbangkan aspek keselamatan bangunan untuk rencana pemasangan Chattra.

Di lain sisi, para arkeolog menilai bahwa tak pernah ada Chattra di puncak Candi Borobudur karena dianggap tidak memenuhi kriteria rekonstruksi secara arkeologis dan sejarah.

Pemasangan Chattra hasil rekonstruksi Theodoor van Erp sudah lebih dulu dibahas pada Juli 2023 lalu, namun ditolak oleh kalangan arkeolog.

Sementara itu, dalam website resmi Kementerian Agama, menyebutkan bahwa pemasangan Chattra di puncak stupa utama Candi Borobudur adalah sebagai penyempurnaan terhadap keagungan.

Dalam lansiran yang sama disebutkan bahwa pemasangan Chattra semestinya dimaknai dalam perspektif spiritualitas agama Buddha, tak hanya dari sudut pandang arkeologi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news detaktribe.com.