Inspirasi

Perjalanan Aulia di Balik Buku Alruna dan Takdir hingga Menemukan Makna Hidup Sebenarnya

×

Perjalanan Aulia di Balik Buku Alruna dan Takdir hingga Menemukan Makna Hidup Sebenarnya

Sebarkan artikel ini
Perjalanan Aulia di Balik Buku Alruna dan Takdir hingga Menemukan Makna Hidup Sebenarnya
Aulia, penulis buku Alruna dan Takdir. (detaktribe.com/narasumber).

Detak Tribe – Setiap penulis selalu memiliki kisah unik dalam proses menulisnya, termasuk Aulia–seorang pelajar asal Cibadak yang dikenal sebagai penulis muda sekaligus Duta Literasi berprestasi. Di balik usianya yang masih remaja, Aulia telah menorehkan banyak pencapaian, salah satunya adalah ia berhasil menerbitkan buku berjudul Alruna dan Takdir.

Bagi Aulia sendiri, menulis bukan sekadar hobi, tetapi sebuah perjalanan batin. Ia tak pernah tahu kapan tepatnya jatuh cinta pada dunia penuh kata itu. Yang jelas, menulis merupakan ruang paling aman untuk bercerita dan tempat paling jujur untuk memahami diri sendiri.

“Aku bukan tipe orang yang mudah terbuka ke orang lain. Jadi, menulis merupakan cara paling jujur untuk memahami dunia dan diri sendiri,” ujarnya.

Dari sekadar curhatan di buku harian hingga puisi sederhana, Aulia perlahan menemukan bahwa setiap kata yang ia tulis mampu menyembuhkan bagian-bagian dirinya yang terluka. Sebagai anak dari seorang ibu tunggal, ia tumbuh dengan banyak perjuangan dan kesunyian. Namun, dari kesunyian itulah lahir kekuatan baru, yakni kemampuan menulis yang penuh empati dan makna.

“Tulisan jadi tempat aku menyalurkan emosi, harapan, dan doa yang nggak sempat terucap,” katanya.

Lama-kelamaan, menulis bukan lagi pelarian, melainkan jembatan untuk berbagi. Ia mulai bergabung dengan komunitas, mengikuti lomba, hingga aktif dalam berbagai kegiatan literasi.

“Menulis bukan tentang siapa yang paling pintar merangkai kata, tetapi siapa yang paling tulus menulis dari hati,” ungkapnya dengan penuh kejujuran.

Salah satu karya yang paling berkesan bagi Aulia adalah bukunya yang berjudul Alruna dan Takdir. Ide cerita itu lahir dari kegelisahannya tentang hubungan manusia dengan luka, pilihan, dan takdir.

“Aku pernah ada di fase hidup di mana semua terasa nggak pasti—antara ingin menyerah atau tetap berjuang,” tuturnya.

Buku itu menjadi cermin perjalanan batin, bukan hanya untuk Aulia, tetapi juga untuk banyak orang yang berani melawan arus dan tengah belajar berdamai dengan diri sendiri. Buku Alruna dan Takdir merupakan karya yang bisa meyakinkan banyak orang agar mau menerima dirinya sendiri dengan segala luka dan keindahannya.

“Lewat Alruna dan Takdir, aku pengin nyampaikan bahwa setiap orang punya kisahnya sendiri, dan semua perjalanan itu berharga,” tambahnya.

Menjadi Duta Literasi Nasional dan pelajar aktif tentu bukan hal mudah. Aulia mengaku sering kewalahan membagi waktu antara sekolah, kegiatan organisasi, dan menulis. Namun, ia akhirnya bisa menemukan caranya sendiri untuk mengatasi semua hal itu.

“Keseimbangan itu bukan berarti semuanya harus berjalan sempurna. Kadang sekolah yang harus diutamakan, kadang literasi. Dan kadang, aku cuma butuh berhenti sebentar buat napas. Itu nggak apa-apa,” ucapnya.

Bahkan, menurutnya, istirahat juga bagian dari perjuangan. Ia percaya, selama niat tetap murni dan tujuannya jelas, semuanya bisa berjalan beriringan, dan yang terpenting adalah tidak membandingan proses dengan orang lain.

Untuk para penulis muda yang baru ingin memulai, Aulia punya pesan sederhana, tetapi kuat, yakni jangan tunggu waktu yang tepat, karena waktu yang tepat tidak datang kalau tidak mulai terlebih dahulu.

“Kadang yang kamu butuh cuma keberanian untuk nulis satu kalimat pertama. Nggak apa-apa kalau jelek, semua penulis besar juga pernah nulis hal berantakan,” katanya.

Menurutnya, yang penting adalah terus menulis dengan hati, membaca banyak hal, dan belajar mendengarkan dunia sekitar. “Tulis dengan tulus, nanti tulisanmu akan menemukan pembacanya sendiri,” tegas Aulia.

Ketika ditanya tentang mimpi besarnya di dunia literasi, ia mengungkapkan bahwa ingin terus menulis karya yang bisa menemani orang lain di masa-masa sulitnya.

“Aku percaya setiap tulisan punya jiwa. Kalau ditulis dengan hati, dia akan menemukan orang yang membutuhkannya,” katanya yakin.

Selain itu, ia bercita-cita membangun wadah bagi anak muda untuk menulis dan berbagi tanpa takut dinilai. Kerennya lagi, Aulia mengaku tengah menulis naskah baru, tetapi masih ia rahasiakan.

“Yang pasti, kali ini aku pengin menulis sesuatu yang lebih jujur, lebih matang, dan lebih dekat dengan realitas remaja hari ini.” pungkasnya.

Bagi Aulia, menulis bukan sekadar aktivitas, melainkan sebuah cahaya kecil yang menuntunnya melewati lorong gelap. Dan lewat setiap kata yang ia tulis, Aulia berharap bisa terus menyalakan cahaya itu—bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk siapa pun yang membutuhkan harapan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news detaktribe.com.