Detak Tribe – Paus Fransiskus tiba di Indonesia kemarin (03/09/2024) untuk melakukan kunjungan apostolik. Agenda Paus Fransiskus hari ini (04/09/2024) adalah memberikan pidato di Istana Kepresidenan Jakarta.
Pidato ini dihadiri oleh perwakilan pemerintah dan korps diplomatik. Beberapa wajah nampak di layar kaca, seperti Luhut Binsar Pandjaitan, Puan Maharani, Erick Thohir, Prof KH Maaruf Amin, serta Retno Marsudi.
Sebelum memberikan pidato, Paus Fransiskus nampak menuliskan pesan singkat yang berbunyi, “Terpesona dengan keindahan tanah air ini, tempat pertemuan dan dialog antar budaya dan agama yang berbeda, saya berharap masyarakat Indonesia bertumbuh dalam iman, persaudaraan, dan kasih sayang. Tuhan memberkati Indonesia!”
Presiden Joko Widodo lebih dulu memberikan pidato sambutan hangat karena kesediaan Paus Fransiskus memenuhi undangan yang diberikan oleh Indonesia untuk berkunjung.
Paus Fransiskus menggunakan Bahasa Spanyol dalam menyampaikan pesan pentingnya. Berikut terjemahan lengkap isi pidato Paus Fransiskus di Istana Kepresidenan Jakarta.
Bapak Presiden, para pejabat yang terhormat, tuan-tuan kardinal dan uskup yang saya kasihi, perwakilan masyarakat sipil yang terhormat, dan pemimpin agama dari agama-agama berbeda-beda, dan para anggota korps diplomatik.
Dengan sepenuh hati, saya berterima kasih kepada Anda, Bapak Presiden atas undangan yang menyenangkan untuk mengunjungi Indonesia, dan atas kata sambutan Anda yang ramah.
Dapat dikatakan bahwa sebagaimana samudra adalah unsur alami yang menyatukan seluruh kepulauan di Indonesia. Demikian pun sikap saling menghargai terhadap kekhasan karakteristik budaya, etnik, bahasa, dan agama dari semua kelompok yang ada di Indonesia adalah kerangka yang tak tergantikan dan menyatukan yang membuat Indonesia sebagai sebuah bangsa yang bersatu.
Semboyan negara Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika, secara harafiah berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua, mengungkapkan realitas beraneka sisi dari berbagai orang yang disatukan dengan teguh dalam satu bangsa.
Semboyan ini juga memperlihatkan bahwa sebagaimana keanekaragaman hayati yang ada dalam negara kepulauan ini adalah sumber kekayaan dan keindahan. Demikian pula perbedaan-perbedaan Indonesia secara khusus berkontribusi bagai pembentukan mozaik yang sangat besar yang mana masing-masing keramiknya adalah unsur tak tergantikan dalam menciptakan karya besar yang otentik yang berharga.
Kerukunan di dalam perbedaan dapat dicapai ketika perspektif-perspektif tertentu mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan bersama dari setiap orang dan ketika setiap kelompok suku dan agama bertindak dalam semangat persaudaraan, sembari mengejar tujuan luhur dengan melayani kebaikan bersama.
Kesadaran untuk berpartisipasi dalam sejarah bersama yang di dalamnya solidaritas adalah unsur hakiki dan semua orang memberikan sumbangsihnya, membantu mengidentifikasi solusi-solusi yang tepat untuk menghindari konflik yang muncul dari perbedaan dan untuk merubah perlawanan kepada kerja sama yang efektif.
Keseimbangan yang bijaksana, tetapi rentan ini, antara kemajemukan budaya yang besar serta ideologi-ideologi yang berbeda dan cita-cita yang mempererat persatuan, harus dibela terus-menerus dari berbagai ketimpangan.
Ini adalah karya keterampilan yang dipercaya kepada semua orang, tetapi secara khusus kepada mereka yang terlibat dalam kehidupan politik yang harus memperjuangkan kerukunan, persamaan, serta rasa hormat atas hak-hak dasar manusia.
Pembangunan berkelanjutan, solidaritas, dan upaya mencapai perdamaian, baik di dalam masyarakat, maupun dengan bangsa-bangsa serta negara-negara lain untuk memperkuat kerukunan yang damai dan berbuah yang menjamin perdamaian dan menyatukan upaya-upaya untuk menghapus ketimpangan dan penderitaan.
Di berbagai wilayah negara, Gereja Katolik berkeinginan untuk meningkatkan dialog antar agama. Dengan begitu, prasangka dapat dihapus dan suasana saling menghargai serta saling percaya dapat bertumbuh.
Ini merupakan hal yang sangat penting untuk melawan ekstrimisme, intoleransi, serta melalui pembelokan beragama yang berupaya untuk memaksakan sudut pandang mereka dengan menggunakan tipu muslihat dan kekerasan.
Sedangkan mendengarkan satu sama lain dan menghargai yang lain itu mendukung persaudaraan, sesuatu yang sangat baik. Gereja Katolik bekerja untuk melayani kebaikan bersama serta keinginan untuk menguatkan kerja sama dengan lembaga di negara beserta aktor lain di dalam masyarakat sipil yang ditujukan untuk mendorong pembentukan struktur sosial yang lebih seimbang dan memastikan pembagian bantuan sosial yang lebih efisien dan adil.
Berkaitan dengan ini, ijinkanlah saya untuk merujuk pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia yang merupakan jalan yang dipilih oleh Indonesia untuk demokratis dan merdeka.
Dua kali dalam beberapa baris pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia merujuk pada Allah yang Maha Kuasa dan perlunya berkat Allah yang turun atas negara Indonesia yang saat itu baru merdeka.
Dalam kalimat pembuka Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia juga merujuk dua kali pada keadilan sosial sebagai fondasi tatanan internasional yang diinginkan dan sebagai salah satu tujuan yang harus dicapai demi semua kepentingan rakyat Indonesia.
Bhineka Tunggal Ika, keadilan sosial, serta berkat Ilahi merupakan prinsip-prinsip hakiki yang bermaksud untuk menginspirasi juga menuntun tatanan sosial. Prinsip-prinsip ini dapat disamakan dengan struktur pendukung sebuah fondasi yang fokus untuk membangun rumah. Bukankah kita pasti menyadari bahwa prinsip-prinsip ini sangat sesuai dengan moto kunjungan saya di Indonesia? Yakni iman, persaudaraan, dan bela rasa.
Sayangnya, bagaimana pun kita melihat di dunia saat ini, terdapat kecenderungan-kecenderungan tertentu yang menghalangi perkembangan persaudaraan universal.
Di berbagai daerah kita menyaksikan muncul konflik-konflik kekerasan yang seringkali adalah akibat kurangnya sikap saling menghargai dan dari keinginan intoleran untuk memaksakan kepentingan sendiri, posisi sendiri, dan narasi historis sepihak dengan segala upaya dan hal ini akhirnya membawa pada penderitaan tiada akhir bagi seluruh komunitas yang berujung pada peperangan dan banyak pertumpahan darah.
Terkadang, ketegangan-ketegangan dengan unsur kekerasan timbul di dalam negara karena mereka yang berkuasa ingin menyeragamkan segala sesuatu dengan memaksakan visi mereka, bahkan dalam hal-hal yang seharusnya diserahkan kepada otonomi individu-individu atau kelompok-kelompok yang berkaitan.
Terlebih, terlepas dari kebijakan-kebijakan yang mengesankan, kini juga terdapat kurangnya komitmen sejati untuk menerapkan prinsip-prinsip keadilan sosial.
Akibatnya, sebagian besar umat manusia terpinggirkan dan tanpa sarana untuk menjalani hidup yang bermartabat serta tanpa perlindungan dari ketimpangan sosial yang serius dan kian bertumbuh yang memicu konflik-konflik parah.
Dalam konteks-konteks lainnya, masyarakat percaya, dapat atau boleh mengabaikan kebutuhan untuk memohon berkat Allah, menilainya sebagai sesuatu yang dangkal sebagai manusia dan masyarakat sipil.
Sebaliknya, mereka memajukan usaha-usaha mereka sendiri, tapi sering kali hal ini mengantar pada pengalaman frustasi dan kegagalan.
Meski demikian, ada masa-masa ketika iman kepada Allah terus menerus diletakkan pada garis depan, tetapi sayangnya dimanipulasi untuk menciptakan perpecahan dan peningkatan kebencian dan bukan untuk kemajuan perdamaian, persekutuan, dialog, rasa hormat, kerja sama, dan persaudaraan.
Saudara dan saudari yang terkasih, berhadapan dengan tantangan-tantangan yang disebutkan di atas adalah sesuatu yang memberanikan bahwa falsafah yang menuntun kita ke negara Indonesia sungguh seimbang sekaligus bijaksana.
Terkait hal ini, saya ingin menjadikan kata-kata dari Santo Yohanes Paulus II dalam kunjungannya tahun 1989 di Istana ini sebagai perkataan saya, beliau berkata, “Dengan mengakui kehadiran keanekaragaman yang sah, menghargai hak-hak manusia, termasuk hak politik semua warga, mendorong persatuan nasional berlandaskan toleransi, dan sikap saling menghargai terhadap orang lain, membuat warga Indonesia meletakkan fondasi bagi masyarakat yang adil dan damai yang diinginkan oleh semua warga, baik untuk diri sendiri dan rindu untuk diwariskan kepada anak-anak setelahnya.”
Walau di masa lalu prinsip-prinsip tersebut tidak selalu diterapkan, namun prinsip-prinsip ini tetaplah berlaku dan dipercaya ibarat mercusuar yang menyinari jalan yang ditempuh dan memperingatkan tentang kesalahan-kesalahan yang amat berbahaya dan harus dihindari.
Bapak Presiden dan hadirin sekalian, saya berharap agar setiap orang dalam kehidupan mereka sehari-hari akan mampu menimba inspirasi dari prinsip-prinsip ini dan menerapkannya ketika melaksanakan kewajiban mereka masing-masing karena “Pax est opus iustitie”, yakni perdamaian adalah karya dari keadilan.
Kerukunan dicapai ketika kita berkomitmen, tidak hanya demi kepentingan pribadi, tetapi demi kebaikan bersama dengan dan sinergi. Menyatukan kekuatan untuk mengalahkan segala bentuk penderitaan moral, ekonomi, sosial, serta untuk memajukan perdamaian dan kerukunan.
Saudara-saudari yang baik, teruskanlah jalan Anda untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Semoga Tuhan memberkati Indonesia dengan perdamaian, serta masa depan yang penuh harapan. Tuhan memberkati Anda semua.
Usai menyelesaikan pidatonya, Paus Fransiskus kembali bersalaman dengan Presiden Joko Widodo. Hadirin dipersilahkan berdiri dan menghantar Paus Fransiskus meninggalkan Istana Kepresidenan untuk melanjutkan jadwal selanjutnya dalam kunjungan apostolik.
Jadwal Paus Fransiskus selanjutnya untuk hari ini (04/09/2024) adalah bertemu dengan korps diplomatik. Dilanjutkan dengan pertemuan pribadi dengan Ordo Jesuit di Nunsiatur Apostolik, Jakarta.
Kemudian bertemu dengan para uskup, imam, diakon, religius, serta seminaris, dan staf pastoral di Katedral Assumption, Jakarta. Ditutup dengan bertemu kaum muda jaringan pendidikan Katolik Scholas Occuretes di Grha Pemuda Katedral Jakarta.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news detaktribe.com.