Detak Tribe – Proses rekapitulasi suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di tingkat kecamatan mendadak dihentikan tanpa penjelasan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran akan transparansi dan integritas proses demokrasi.
Imbauan untuk menghentikan pleno rekapitulasi suara tersebar melalui selebaran yang menyatakan perlunya untuk menghentikan sementara pleno rekapitulasi suara dengan tujuan membersihkan data ekstrim dari Sirekap KPU.
Politikus PDI Perjuangan (PDIP), Deddy Yevri Sitorus, meminta KPU untuk memberikan penjelasan terkait penghentian tiba-tiba ini. Menurutnya, ada kecurigaan bahwa penghentian ini mungkin terkait dengan upaya manipulasi hasil pemilu untuk kepentingan politik tertentu, seperti perebutan kursi Ketua DPR periode 2024-2029 atau keuntungan partai politik tertentu.
“Ada informasi di daerah bahwa KPU Pusat memerintahkan penghentian rekapitulasi suara di tingkat kecamatan, yang mana hal itu tak dikonsultasikan dengan peserta pemilu dan komisi II DPR,” ujar Deddy dalam keterangannya
Deddy menegaskan meskipun penghentian proses rekapitulasi sah dilakukan oleh KPU. Tetapi, penghentian itu karena dalam kondisi force majeure seperti bencana alam atau kerusuhan massa, namun alasan penghentian karena kendala teknis pada sistem Sirekap menimbulkan kecurigaan.
Menurutnya, Sirekap bukan metode penghitungan suara yang resmi dan sah, dan rekapitulasi berjenjang atau C1 manual seharusnya menjadi rujukan utama.
Lebih lanjut, Deddy menyatakan bahwa jika penghentian memang diperlukan karena force majeure, seharusnya dilakukan secara terbatas hanya di daerah yang terdampak.
“Jadi misalnya gempa bumi atau kerusuhan terjadi di daerah A, maka penghentian rekapitulasi hanya terjadi di daerah A. Ini kok kami dapat informasi bahwa penghentian terjadi di seluruh Indonesia,” ungkapnya.