NewsPolitik

Vladimir Putin dan Xi Jinping Absen dalam KTT BRICS Brasil, Ini Alasannya

×

Vladimir Putin dan Xi Jinping Absen dalam KTT BRICS Brasil, Ini Alasannya

Sebarkan artikel ini
Vladimir Putin dan Xi Jinping Absen dalam KTT BRICS Brasil, Ini Alasannya
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Tiongkok Xi Jinping. (REUTERS/Sergei Bobylyov).

Detak Tribe – Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Tiongkok Xi Jinping dipastikan tidak akan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS yang digelar di Brasil pada Minggu (06/07/2025). Ketidakhadiran dua pemimpin negara pendiri BRICS ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah perluasan keanggotaan BRICS justru telah mengikis nilai ideologis awal yang diusung Rusia dan Tiongkok?

Menurut laporan The Guardian, Xi Jinping selama lebih dari satu dekade terakhir hampir selalu hadir dalam pertemuan BRICS. Namun, untuk tahun ini, tidak ada penjelasan resmi dari Beijing mengenai ketidakhadirannya. Sebagai gantinya, Perdana Menteri Li Qiang ditunjuk untuk mewakili China dalam forum tersebut.

Sementara itu, Vladimir Putin disebut-sebut memilih tidak hadir karena statusnya sebagai buronan Pengadilan Pidana Internasional (ICC). Banyak analis meyakini, keputusannya untuk tidak terbang ke Rio de Janeiro merupakan bentuk penghormatan terhadap Brasil yang merupakan negara penandatangan Statuta Roma—dasar hukum berdirinya ICC.

Ini bukan pertama kalinya Putin mangkir dari KTT BRICS. Pada tahun 2023, ia juga absen dalam pertemuan puncak BRICS yang digelar di Afrika Selatan. Saat itu, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa tidak bisa menjamin bahwa Putin tidak akan ditangkap jika ia hadir, karena tuntutan ICC atas dugaan keterlibatannya dalam penculikan serta deportasi ribuan anak-anak dari Ukraina.

Seiring berjalannya waktu, BRICS kerap dianggap sebagai tandingan kelompok negara maju G7, terutama bagi negara-negara berkembang. Dalam dua tahun terakhir, BRICS mengalami perluasan yang cukup masif. Dari lima negara pendiri—Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan—BRICS kini telah menyambut sejumlah anggota baru, yakni Indonesia, Iran, Mesir, Ethiopia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Namun, bertambahnya anggota dengan latar belakang ekonomi dan politik yang beragam justru menimbulkan tantangan baru. Beberapa pihak menilai, perluasan ini membuat arah BRICS makin condong ke negara-negara otoriter.

Hal tersebut membuat Brasil, Afrika Selatan, dan India berada dalam posisi yang kurang nyaman. Brasil sendiri menyatakan bahwa BRICS hanyalah salah satu cerminan dari dunia yang kini bergerak menuju tatanan baru.

Dalam sebuah forum di Overseas Development Institute, mantan Menteri Luar Negeri Brasil yang kini menjabat sebagai Duta Besar untuk Inggris, Antonio Patriota, menyampaikan bahwa kebijakan luar negeri Donald Trump yang mengedepankan kepentingan Amerika telah mendorong pergeseran kekuatan global. Menurutnya, Amerika Serikat tak lagi menjadi satu-satunya kutub kekuasaan dunia.

“Amerika Serikat, lewat kebijakan tarif dan penekanannya pada kedaulatan nasional, sebenarnya sedang mempercepat peralihan dunia ke arah multipolaritas,” ujarnya.

Patriota juga memprediksi bahwa berbagai aliansi baru akan bermunculan dan siap menantang distribusi kekuasaan global yang selama ini dikuasai Barat. Ia menambahkan, keselarasan antara Eropa dan Amerika Serikat juga kini mulai merenggang.

“Sulit untuk membantah bahwa Eropa benar-benar sejalan dengan Amerika Serikat dalam isu-isu seperti perdagangan, keamanan, atau bahkan demokrasi. Dulu ada satu kutub barat yang kuat, sekarang mungkin sudah terpecah jadi dua,” tutupnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news detaktribe.com.