Inspirasi

Firda Nugraha: Menulis untuk Bertahan, Berkarya Meski Harus Sendirian

×

Firda Nugraha: Menulis untuk Bertahan, Berkarya Meski Harus Sendirian

Sebarkan artikel ini
Firda Nugraha Menulis untuk Bertahan, Berkarya Meski Harus Sendirian
Firda Nugraha dan bukunya Untukmu yang Masih Kuat Meski Harus Sendirian. (Dok. Detak Pustaka).

Detak Tribe – Firda Nugraha adalah seorang penulis buku Untukmu yang Masih Kuat Meski Harus Sendirian. Penulis kelahiran Bandung tersebut merupakan lulusan S1 Psikologi yang menyimpan satu perjalanan panjang dengan tulisan sejak remaja. Meski saat ini bekerja di Jakarta dengan hiruk-pikuk Ibu Kota, ia tak melupakan hobi menulisnya.

Buku perdananya yang berjudul Untukmu yang Masih Kuat Meski Harus Sendirian adalah karya reflektif yang lahir dari pengalaman personal, kesunyian, dan kejujuran berdialog dengan diri sendiri. Buku tersebut bukan sekadar bacaan, melainkan teman—untuk mereka yang sedang lelah, merasa sendiri, dan butuh ditemani tanpa dihakimi.

Ketertarikan yang Tumbuh Sejak Bangku SMP

Ketertarikan Firda pada dunia menulis bermula jauh sebelum ia mengenal dunia kerja. Saat duduk di bangku SMP, mata pelajaran Bahasa Indonesia menjadi pintu awal yang membawanya masuk ke dunia kata.

“Jadi, pertama kali saat saya duduk di bangku SMP. Nah itu di situ ada mata pelajaran bahasa Indonesia dan belajar tentang sastra. Di situ saya mulai tertarik kayak bikin puisi-puisi. Di situ mulai ada ketarikan untuk mendalami dunia menulis,” ungkapnya.

Ketertarikan itu terus tumbuh seiring keaktifannya di organisasi sekolah. Firda kerap mengikuti seminar-seminar kepenulisan, mengisi mading sekolah, hingga menulis di koran sejak SMP dan SMA. Bahkan, ia pernah mengundang tim redaksi ke sekolahnya untuk mengadakan seminar menulis.

Saat bersekolah di boarding school, menulis menjadi rutinitas sunyi sebelum tidur. Tanpa niat menerbitkan buku, Firda menulis semata-mata untuk dirinya sendiri—sebagai pelampiasan dan ruang aman berbagai cerita.

Menulis sebagai Bentuk Ekspresi Diri

Bagi Firda, menulis bukan tentang popularitas atau pengakuan. Menulis adalah bentuk ekspresi diri yang paling jujur.

“Menurut saya, makna dari menulis ini mengekspresikan diri, entah itu kebahagiaan atau kesedihan, yang pasti menggambarkan terkait dengan diri kita—diri saya pribadi,” tuturnya.

Namun, perjalanan menulis tak selalu mudah. Ia pun pernah berada di fase di mana tulisannya seolah tak memiliki pembaca. Puisi dan cerita pendek yang ia tulis hanya tersimpan di buku, tanpa respons, tanpa apresiasi.

Bahkan ketika ia bermimpi menerbitkan buku, Firda sempat mendapat respons yang meremehkan. Ia dianggap “sok-sokan jadi sastrawan”. Namun, alih-alih berhenti, ia kembali pada niat awal, yakni menulis untuk dirinya sendiri.

“Daripada nggak ada yang mau dengerin, nggak ada yang support, ya udah saya kembali ke niat awal nulis. Entah itu kapan tulisan bisa dibaca, yang penting saya tulis dulu deh,” katanya.

Menulis sebagai Teman di Kala Sepi

Bagi Firda, menulis memiliki peran penting terutama bagi mereka yang introvert—yang kerap kesulitan mengekspresikan perasaan lewat lisan.

“Kadang kita nggak berani curhat ke siapa-siapa. Nah, menulis bisa jadi teman,” jelasnya.

Ia percaya bahwa apa pun yang dirasakan—lelah, sedih, kecewa—layak untuk dituliskan. Tak perlu memikirkan bagus atau tidaknya tulisan, apalagi soal siapa yang membaca. Menulis adalah ekspresi tanpa tekanan.

“Ketika kita sedang sendiri itu justru lebih enak untuk menulis, akan lebih bisa merefleksikan diri kita di situ,” tambahnya.

Meski sempat merasa tak didengar, Firda Nugraha pernah merasakan bagaimana tulisannya memberi dampak bagi orang lain. Salah satunya ketika ia menulis tentang perencanaan masa depan menggunakan konsep SMART.

Tulisan sederhana itu ternyata dipraktikkan oleh rekan-rekannya. Dari situ, Firda menyadari bahwa tulisan sekecil apa pun bisa menjadi pemantik perubahan bagi orang lain.

Berdamai dengan Sepi dan Keraguan

Dalam proses menulis, rasa sepi dan ragu adalah hal yang tak terelakkan. Namun, dalam hal ini Firda memilih untuk tidak melawannya secara terburu-buru.

“Terima dulu rasa sepi itu. Jangan merasa diri kita kecil atau nggak bisa,” ujarnya.

Baginya, kesepian justru bisa menjadi ruang hening untuk belajar jujur pada diri sendiri. Ini adalah sebuah fase yang perlu dilewati bagi setiap orang, bukan dihindari.

Dalam buku perdananya—Untukmu yang Masih Kuat Meski Harus Sendirian—Firda merancangnya seperti sebuah percakapan, agar buku ini bisa menjadi teman, bukan untuk menggurui, apalagi menghakimi para pembacanya.

Bahasa yang ia gunakan sederhana, hangat, dan mudah dipahami—seolah pembaca sedang berbincang dengan sahabat terdekat. Bahkan, Firda sengaja menyediakan beberapa halaman kosong agar pembaca bisa menuliskan perasaan dan meluapkan emosinya sendiri.

“Jadi, buku ini sebenarnya saya desain seperti ngajak ngobrol. Jadi, seolah-olah teman-teman pembaca ini sedang ngobrol dengan orang terdekatnya, jadi bahasa-bahasa yang ada di buku itu sederhana dan mudah dipahami,” katanya.

Lewat buku ini, Firda ingin menyampaikan satu pesan sederhana namun bermakna, yakni di balik rasa sepi, selalu ada ruang untuk bertumbuh. Jika kamu tertarik dengan buku karya Firda, kamu bisa memesan langsung lewat tautan ini: Buku Firda Nugraha.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news detaktribe.com.