Detak Tribe – Indonesia mengalami Deflasi selama lima bulan berturut-turut. Pada bulan September 2024, Indonesia mengalami deflasi 0,12%, sekaligus yang kelima dan yang terparah dalam lima tahun terakhir pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Deflasi pada September 2024 tercatat sebagai yang terdalam dalam lima tahun terakhir untuk bulan yang sama, dengan penurunan sebesar 0,12% (month to month),” ujar Amalia dalam konferensi pers di kantor BPS, Jakarta Pusat, Selasa (01/10).
Deflasi merupakan kondisi ekonomi di mana harga barang dan jasa menurun secara berkelanjutan dalam jangka waktu tertentu.
Meskipun sekilas terlihat menguntungkan karena harga-harga menjadi lebih murah bagi konsumen, deflasi saat ini justru berpotensi lebih berbahaya, menurut ekonom dari Bright Institute, Muhammad Andri Perdana.
Dia menjelaskan bahwa deflasi yang terjadi secara berkelanjutan mengindikasikan “pendapatan masyarakat semakin sulit didapatkan.” Singkatnya, jumlah uang yang dimiliki masyarakat berkurang.
“Penurunan jumlah uang ini bukan karena masyarakat tidak mau berbelanja, melainkan karena pendapatan mereka sudah menurun. Ini adalah tanda yang sangat jelas dari situasi deflasi saat ini,” ujar Andri saat diwawancarai BBC News Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa ada beberapa faktor penyebab terjadi deflasi. Seperti maraknya PHK, minimnya lapangan pekerja di sektor padat karya, dan tingginya suku bunga.
Maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Menurut Kementerian Ketenagakerjaan, per Oktober 2024, tercatat 59.993 tenaga kerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Mayoritas mereka yang di-PHK adalah dari sektor manufaktur. Ada tiga provinsi penyumbang angka PHK terbesar, yaitu; Jawa Tengah, Banten, dan Jakarta.
Pengamat ekonomi, Muhammad Andri Perdana, mempunyai prediksi bahwa angka PHK bisa mencapai lebih dari 70.000 tenaga kerja pada akhir tahun nanti. Dan semua itu hampir menimpa semua industri.
Alasannya adalah karena banyak perusahaan dinyatakan pailit atau memutuskan untuk pindah ke daerah lain yang upah minimumnya lebih kecil.
Data dari Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan juga menyebut bahwa hingga Agustus 2024 kemarin, jumlah klaim Jaminan Hari Tua (JHT) tercatat sebanyak 2,07 Juta klaim.
“Klaim JHT yang besar ini kan menandakan orang kehilangan pekerjaan sangat banyak.” Ujar Andri.
Minimnya lapangan pekerja di sektor padat karya
Minimnya lapangan kerja di sektor padat karya menjadi salah satu penyebab utama menurunnya pendapatan masyarakat, ungkap ekonom Bright Institute, Muhammad Andri Perdana.
Di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang semakin meningkat, pembukaan lapangan kerja baru di sektor padat karya hampir tidak terlihat dalam lima tahun terakhir. Padahal, sektor ini diharapkan mampu menyerap banyak tenaga kerja dan menciptakan kelas menengah.
Namun, data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 9,48 juta warga kelas menengah di Indonesia justru mengalami penurunan status ekonomi selama lima tahun terakhir, menyisakan hanya 47,85 juta orang.
“Penurunan pendapatan ini sebagian besar disebabkan oleh terpuruknya sektor yang krusial dalam membentuk kelas menengah,” jelas Andri.
Ia juga menyoroti bahwa situasi ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang lebih berfokus pada investasi di sektor padat modal, seperti pertambangan. Padahal sektor padat karya mampu menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan.
Suku Bunga yang Tinggi
Tingginya suku bunga juga menjadi faktor yang memperburuk kondisi ekonomi saat ini.
Pada September 2024, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI rate dari 6,25% menjadi 6% untuk mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.
Namun, menurut ekonom Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, suku bunga yang tinggi menyebabkan “uang yang beredar di masyarakat menjadi lebih mahal.”
Meskipun suku bunga telah dipangkas, Andri memperingatkan bahwa hal ini belum cukup untuk “menekan lonjakan deflasi” dalam beberapa bulan ke depan.
Hal ini karena masalah fundamental seperti gelombang PHK massal dan minimnya penciptaan lapangan kerja baru belum terselesaikan. Akibatnya, daya beli masyarakat pun belum akan pulih dalam waktu dekat.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news detaktribe.com.