Detak Tribe – Kontroversi Ayam Goreng Widuran menjadi perbincangan hangat publik dalam beberapa hari terakhir. Isu ini bermula dari viralnya sebuah unggahan.
Unggahan tersebut menyebut, bahwa ayam goreng legendaris yang dijual di kawasan Widuran, Solo, dianggap haram karena diklaim dimasak menggunakan minyak jelantah dan tidak sesuai syariat.
Unggahan yang menyebar luas di media sosial itu memicu reaksi keras dari berbagai pihak, terutama para pelanggan setia warung tersebut yang sudah berdiri selama puluhan tahun.
Warung Ayam Goreng Widuran dikenal luas di kalangan masyarakat Solo sebagai salah satu kuliner khas yang melegenda.
Polemik bermula ketika seorang tokoh agama setempat, dalam sebuah ceramah, menyinggung praktik pengolahan makanan yang tidak sesuai standar halal.
Meskipun tidak menyebut nama secara langsung, banyak netizen mengaitkannya dengan warung Ayam Goreng Widuran.
Dugaan menguat usai beberapa akun media sosial menuding warung tak bersertifikat halal dan menyimpang dari syariat penyembelihan.
Pemilik warung, yang merasa dirugikan oleh tuduhan tersebut, akhirnya angkat bicara. Dalam pernyataan resmi yang disampaikan kepada media, pemilik menyampaikan permohonan maaf jika ada kesalahpahaman.
Ia juga menegaskan bahwa selama ini pihaknya selalu menjaga kualitas dan kebersihan makanan, serta menghormati nilai-nilai keagamaan masyarakat.
Merespon kontroversi ayam goreng Widuran ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Solo turut memberikan klarifikasi. MUI menyatakan belum pernah menerima laporan resmi terkait keharaman warung tersebut dan mengimbau masyarakat untuk tidak terburu-buru mengambil kesimpulan tanpa verifikasi.
Kasus ini menjadi pelajaran penting akan pentingnya kehati-hatian dalam menyebarkan informasi di era digital. Kontroversi ayam goreng Widuran tidak hanya berdampak pada reputasi bisnis kecil, tetapi juga menunjukkan bagaimana isu agama dapat dengan cepat memicu polemik di tengah masyarakat.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news detaktribe.com.