Detak Tribe – Hafizah atau yang akrab disapa Fizah, penulis buku Bukan Sekadar Hati, Tapi Juga Mimpi, kembali membawa kisah hidupnya lewat buku kedua berjudul Fragments of Fizah. Dalam buku keduanya, penulis kelahiran Palembang itu membuka banyak kisah tentang luka masa kecil, keluarga, hingga perjuangan menemukan ketenangan.
Menurutnya, buku tersebut terasa begitu dekat dengan pengalaman banyak Gen Z yang juga sedang berjuang memahami makna healing dan berdamai dengan diri sendiri. Ketika ditanya tentang makna healing, Fizah mengaku kini ia melihatnya dengan cara yang lebih tenang dan penuh penerimaan.
“Sekarang aku ngelihat healing bukan sebagai proses buat nyembuhin luka, tapi buat nerima semuanya dengan ikhlas. Ada hal-hal yang nggak bisa kita ubah, dan itu nggak apa-apa. Fragments of Fizah lahir dari proses itu–bukan dari amarah, tapi dari penerimaan,” ungkapnya.
Proses menulis buku ini, bagi Fizah, justru menjadi ruang refleksi yang dalam. Ia belajar untuk tidak menyalahkan siapa pun, bahkan dirinya sendiri.
“Waktu nulis, aku banyak belajar buat tenang, buat nggak nyalahin siapa pun, bahkan nggak nyalahin diri sendiri. Sekarang aku lebih fokus ke hal-hal yang bisa aku rawat—diri sendiri, kedamaian, dan hal-hal kecil yang bikin hidup terasa cukup,” jelasnya dalam wawancara tertulis.
Sosok Fizah dalam buku ini digambarkan tumbuh dengan penuh luka, namun tetap tangguh. Saat ditanya apa yang ingin ia katakan kepada Fizah kecil, jawabannya sederhana dan menghangatkan hati. “Kalau bisa ketemu Fizah kecil, aku cuma mau peluk dan bilang: ‘Terima kasih udah kuat sejauh ini. Sekarang kamu boleh istirahat,’” bebernya.
Fizah juga menyampaikan pesan untuk teman-teman yang sedang merasa sendirian. Ia percaya bahwa kedamaian tidak selalu harus dicari dari luar.
“Dulu aku pengen banget dipahami orang lain, tapi sekarang aku sadar yang paling penting itu ngerti diri sendiri dulu. Buat teman-teman yang lagi ngerasa sendirian, coba berhenti sebentar dan lihat diri kalian sendiri. Kadang kita cari kasih sayang ke luar terus, padahal sebenarnya kita bisa nemuin kedamaian dari dalam,” tegas Fizah.
Banyak anak muda, terutama Gen Z, merasa harus selalu terlihat baik-baik saja di tengah tekanan sosial. Namun bagi Fizah, kejujuran pada diri sendiri justru adalah bentuk kekuatan.
Ia mengaku, pernah berada di fase harus terlihat bahagia, meski lelah. Namun sekarang, lanjutnya, ia sudah hidup dengan apa adanya dan tidak mau meyakinkan orang lain kalau dirinya kuat.
“Aku lebih milih jujur dan tenang. Kadang diam itu juga bentuk kedewasaan—bukan karena nyerah, tapi karena udah ngerti mana yang perlu dijagain, dan mana yang harus dilepas dengan ikhlas,” papar Fizah.
Fragments of Fizah bukan hanya sekadar kisah pribadi, tetapi juga refleksi tentang cinta, keluarga, dan proses menerima diri. Setelah melalui perjalanan panjang itu, pandangan Fizah tentang ketangguhan seorang perempuan pun berubah.
Baginya, perempuan tangguh bukan yang bisa melawan semua hal, tetapi yang bisa tetap lembut tanpa kehilangan dirinya sendiri. Karena, dahulu ia berpikir bahwa kuat itu harus terus berjuang, sekarang ia tahu bahwa terkadang, kuat itu justru saat seseorang bisa melepaskan dengan tenang.
Melalui Fragments of Fizah, ia mengajak pembaca untuk belajar menerima, bukan melupakan. Untuk tetap lembut meski pernah terluka. Dan untuk percaya, bahwa proses healing bukan tentang menjadi sempurna kembali, melainkan tentang berdamai dengan apa yang ada dan menemukan makna cukup dalam diri sendiri.
Buku terbaru dari Hafizah tersebut bisa kamu pesan di Detak Pustaka lewat tautan berikut ini: Fragments of Fizah. Atau, jika kamu tertarik membeli buku yang pertama, kamu dapat mengunjungi tautan berikut: Bukan Sekadar Hati, Tapi Juga Mimpi.
Jadilah bagian dari perjalanan Hafizah, karena setiap luka dan perjuangan, patut diabadikan sebagai pengingat bahwa setiap hal menyakitkan bisa sembuh, asalkan mau berdamai dengan diri sendiri serta menerima segala luka yang ada.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news detaktribe.com.












