Detak Tribe – Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol yang sebelumnya dimakzulkan pada 3 Desember 2024 lalu karena mendeklarasikan darurat militer, dilaporkan telah bebas usai pengadilan membatalkan surat perintah penahanan dirinya.
Yoon Suk Yeol dibebaskan pada Sabtu (8/3/2025) dari pusat tahanan. Meski demikian, dirinya tetap menghadapi dakwaan pemberontakan dan tengah menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi terkait status kepemimpinannya.
Pengadilan Distrik Pusat Seoul diketahui membatalkan surat perintah penahanan Yoon pada Jumat (7/3/2025) dengan alasan terdapat pertanyaan terkait legalitas dalam proses penyelidikan serta waktu dakwaannya yang dianggap tak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Usai keluar dari pusat tahanan, Yoon tersenyum sembari membungkuk di hadapan pendukungnya. Dilansir dari Reuters, Sabtu (8/3/2025), tim hukum Yoon merilis pernyataan yang menyampaikan rasa syukurnya kepada bangsa dan rakyat Korea Selatan.
Yoon menjadi presiden Korea Selatan pertama yang diadili secara pidana saat dirinya masih menjabat karena tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dan pemberontakan. Mahkamah Konstitusi saat ini tengah meninjau akan memakzulkan Yoon secara resmi atau sebaliknya.
Keputusan final dari hakim Mahkamah Konstitusi diperkirakan akan diumumkan pada pertengahan Maret 2025 ini. Bila pemakzulan dilakukan, maka Korea Selatan harus mengadakan pemilihan presiden dalam jangka waktu 60 hari, serta dengan kasus pidana terhadap Yoon yang tetap berjalan.
Sementara itu, pembebasan Yoon mendapat reaksi keras dari pihak oposisi. Salah satu juru bicara dari Partai Demokrat menegaskan bahwa langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah mencopot secara resmi dari jabatannya sebagai presiden.
Pembebasan Yoon disebut menambah ketegangan sosial karena konflik antar pendukung maupun penentang yang tak dapat dihindari. Situasi ini dapat mempercepat keputusan Mahkamah Konstitusi karena merasa perlu untuk bertindak lebih cepat.
Beberapa waktu lalu, Realmeter merilis survei yang menunjukkan sebanyak 52 persen masyarakat mendukung pemberhentian Yoon dari jabatannya.
Jumlah tersebut sedikit berbeda dengan jajak pendapat Gallup yang menunjukkan sebanyak 60 persen masyarakat mendukung pemakzulan, sementara 34 persen lainnya diketahui menentang keputusan tersebut.
Bila Yoon dicopot dari jabatannya, maka peristiwa ini menjadi momen bersejarah dalam dunia politik Korea Selatan, sekaligus menjadi salah satu krisis demokrasi terbesar yang pernah dihadapi oleh negara tersebut.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news detaktribe.com.